Pada
awalnya telah dipraktekkan oleh negara Cina sejak sebelum dinasti Han,
yang dilakukan oleh jenderal cina, untuk menguji rakyat sipil yang ingin
menjadi legislatif berdasarkan pengetahuan menulis klasik, persoalan
administratif dan manajerial.
Kemudian
dilanjutkan sampai pada masa dinasti Han (200 SM- 200 M), namun seleksi
ini tidak lagi untuk legislatif saja, tetapi mulai merambah pada bidang
militer, perpajakan, pertanian, dan geografi. Meskipun diawali dengan
sedikit mencontoh pada seleksi militer perancis dan Inggris. Sistem
ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang berbeda, seperti tinggal
dalam sehari semalam dalam kabin untuk menulis artikel atau puisi, hanya
1 % sampai dengan 7 % yang diijinkan ikut ambil bagian pada ujian tahap
kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga malam. Menurut Gregory (1992),
seleksi ini keras namun dapat memilih orang yang mewakili karakter
orang Cina yang kompleks. Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat
dilakukan dengan baik oleh para pegawai yang diterima dalam seleksi
fisik dan psikologi yang intensif
Tokoh-tokoh
yang berperan antara lain adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog
pertama yang menggunakan laboratorium dengan penelitiannya mengukur
kecepatan berpikir. Wundt mengembangkan sebuah alat untuk menilai
perbedaan dalam kecepatan berpikir. Sedangkan Cattel (1890) menemukan
tes mental pertama kali. Yang memfokuskan pada tidak dapatnya membedakan
antara energi mental dan energi jasmani. Meskipun Pada dasarnya tes
mental temuan Cattel ini hampir sama dengan temuan Galton.
Tokoh
yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain kontribusi nyata
pribadi beliau dengan menciptakan tes intelegensi, beliau juga bekerja
sama dengan Simon (1904) untuk membuat instrumen pengukur intelegensi
dengan skala pengukuran level umum pada soal- soal mengenai kehidupan
sehari- hari. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini mengembangkan
penggunaan tes intelegensi dengan tiga puluh items berfungsi
mengidentifikasikan kemampuan sekolah anak. Tahun 1912, Stres membagi
mental age dengan cronological age sehingga muncul konsep IQ.
Tokoh
selanjutnya yang cukup berperan adalah Spearman dan Persun, dengan
menemukan perhitungan korelasi statistik. Perkembangan selanjutnya
dibuatlah suatu standar internasional yang dibuat di Amerika Serikat
berjudul “Standards for Psychological and Educational Test” yang
digunakan sampai sekarang. Kini tes psikologi semakin mudah, praktis,
dan matematis dengan berbagai macam variasinya namun tanpa meninggalkan
pedoman klasiknya. Psikodiagnostik adalah sejarah utama dari tes
psikologi atau yang juga disebut psikometri.
PENGERTIAN INTELIGENSI
Menurut Alfred Binet
(1857-1911) & Theodore Simon, inteligensi terdiri dari tiga
komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan,
kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah
dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri
(autocriticism).
Lewis Madison Terman pada tahun 1916 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak.
H. H. Goddard
pada tahun 1946 mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan
pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
V.A.C. Henmon
mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua faktor, yaitu kemampuan
untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
Baldwin pada tahun 1901 mendefinisikan inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami.
Edward Lee Thorndike
(1874-1949) pada tahun 1913 mendefinisikan inteligensi sebagai
kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran
atau fakta.
George D. Stoddard
pada tahun 1941 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk
memahami masalah-masalah yang bercirikan mengandung kesukaran, kompleks,
abstrak, ekonomis, diarahkan pada suatu tujuan, mempunyai nilai sosial,
dan berasal dari sumbernya.
Walters dan Gardber
pada tahun 1986 mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan atau
serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan
masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya
tertentu.
Flynn
pada tahun 1987 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk
berpikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar adari pengalaman.
David Wechsler,
intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir
secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan
mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu,
intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus
disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari
proses berpikir rasional itu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi adalah:
Ø faktor bawaan atau keturunan
Penelitian
membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar
0,50. sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes Iqnya sangat
tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang di adopsi. IQ
mereka berkorelasi antara 0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu yang
sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya.
Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ
mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mereka tidak pernah
saling kenal.
Ø faktor Lingkungan
Walaupun
ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata
lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti.
Intelegensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak
sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan
juga memegang peranan yang amat penting.
Intelegensi dan IQ
Orang
seringkali menyamakan arti intelegensi dengan IQ, padahal kedua istilah
ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti intelegensi
sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence
Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf
kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara
keseluruhan. Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur
mental (mental age) dengan umur kronologik (chronological age).
Bila
kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan
dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang
seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis),
maka akan diperoleh skor 1. skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai
sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena
setelah otak mengalami kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi,
bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
Pengukuran Intelegensi
Pada
tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog Perancis
merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi
siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang
pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binnet-Simon. Tes ini kemudian
direvisi pada tahun 1911.
Tahun
1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak
perbaikan dari Tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan
indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan)
antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes
Stanford_binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh
psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan
Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford_Binet ini banyak digunakan
untuk mengukur kecerdasan anak-anak samapai usia 13 tahun.
Salah
satu reaksi atas Tes Binet-Simon atau Tes Stanford-Binet adalah bahwa
tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Spearman
mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang
umum saja (General factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang
lebih spesifik. Teori ini disebut teori faktor (Factor Theory of
Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini
adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan
WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Disamping
alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang
lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes
tersebut dibuat.
Intelligensi dan Bakat
Inteligensi
merupakan suatu konsep mengenai kemampuan individu dalam menyesuaikan
diri dengan lingkkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat
kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang
spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan
tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan tertentu setelah
melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena
suatu tes Inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui
lewat tes inteligensi.
Alat
yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat
atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi
belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang
dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan
Interest Inventory. Contoh dari Scholastic aptitude Test adalah Tes
Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan
contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah
Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Intelligensi dan Kreativitas
Kreativitas
merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena
kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif.
Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak
selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa
kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian
tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat
kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak
selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ
tertentu, masih terdapat korelasi yangcukup berarti. Tetapi lebih
tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan
tingkat kreativitas.
Para
ahli telah berusaha mencari tahu mengapa hal ini terjadi. J.P. Guilford
menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang
bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif
jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes
inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat
konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau
kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini
merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang
memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini
terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu
pengetahuan.
Alfred Binet (1875-1911)
memulai suatu usaha pengukuran intelligensi dengan mengikuti metoda
Paul Broca yang saat itu sangat popular di kalangan ilmuwan. Pengukuran
intelligensi termaksud dilakukan dengan cara mengukur lingkaran
tempurung kepala anak-anak (kraniometri).
Ketika
di tahun 1904 Binet kembali menekuni usaha pengukuran inteligensi, ia
meninggalkan sama sekali pendekatan kraniometri dan berpaling ke metoda
yang lebih psikologis. Binet mulai membuat alat baru yang dirancang
untuk mengukur ketajaman bayangan ketahanan dan kualitas perhatian,
ingatan, kualitas penilaian moral dan estetika, dan kecakapan menemukan
kesalahan logika serta memahami kalimat-kalimat. Sejarah menggariskan
bahwa Binet menjadi seorang pemancang tonggak awal perkembangan tes-tes
inteligensi modern di seluruh dunia. Pada oktober 1904 Binet diberi
tugas oleh menteri pengajaran Prancis untuk meneliti masalah anak-anak
lemah mental di sekolah-sekolah Prancis. Untuk itu diperlukan suatu alat
ukur yangmampu membedakan mana anak yang lemah mental dan mana yang
tidak. Seorang dokter bernama Theodore Simon bersama binet membuat skala
inteligensi yang dikenal sebagai Skala Binet-Simon. Skala itu dikenal
juga sebagai Skala 1905, terdiri dari 30 soal yang disusun berdasarkan
tingkat kesukaran yang semakin meningkat. Dalam skala 1905 itu tidak
terdapat petunjuk yang pasti mengenai bagaimana cara menghitung skor
yang diperoleh seorang anak.
Pada
skala kedua yang dikenal sakala 1908, jumlah tesnya diperbanyak dan
beberapa tes pada skala pertama yang terbukti tidak begitu baik dibuang.
Kemdian skor anak dalam tes dinyatakan dalam bentuk usia mental yang
sama dengan usia kronologis anak normal yang berhasil mengerjakan tes
pada level tersebut. Pengertian usia mental adalah sama dengan level
mental yang merupakan istilah yang lebih disukai oleh Binet.
Skala
Binet-Simon yang terakhir terbit pada 1911 (tahun kematian Binet).
Beberapa tes baru ditambahkan pada level-level usia tertentu dan
dilakukan pula perluasan soal sampai mencakup pada level usia mental
dewasa. Revisi Amerika yang paling terkenal dilakukan oleh Lewis Madison
Terman di Stanford University tahun 1916. Sejak itu, skala
Sanford-Binet menjadi skala standar dalam psikologi klinis, psikiatri,
dan konseling pendidikan.
Pada
tahun 1960, mengalami revisi penting. Yaitu (a) konsep IQ deviasi dari
Wechsler mulai digunakan pada skala ini dengan cakupan angka mulai dari
30 sampai dengan 170.(b) Skala Stanford-Binet yang semula terdiri atas
dua bentuk parallel yaitu Form L dan Form M dijadikan satu Form L-M. dan
(c) Tabel konversi IQ diperluas sehingga mencakup pula usia 17 dan 18.
Terakhir, versi terbaru skala Stanford-Binet terbit tahun 1986 memuat 4
kelompok penalaran dan berisi berbagai mecam tes baron.
Stanford-Binet Intelligence Scale
Revisi
terhadap Skala Stanford-Binet yang diterbitkan pada tahun 1972, yaitu
norma penilaiannya yang diperbaharui. Tes-tes dalam skala ini
dikelompokkan menurut berbgai level usia mulai dari Usia II sampai
dengan Usia Dewasa-Superior. Dalam masing-masing tes untuk setiap level
usia terisi soal-soal dengan taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda.
Bagi setiap level usia terdapat pula tes pengganti yang setara, sehingga
apabila suatu tes pada level usia tertentu tidak dapat digunakan karena
sesuatu hal maka tes penggantipun dapat dimanfaatkan.
Skala
Stanford-Binet dikenakan secara individual dan soal-soalnya diberikan
secara lisan oleh pemberi tes. Oleh karena itu pemberi tes haruslah
orang yang mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup di bidang
psikologi, sangat terlatih dalam penyajian tesnya, dan mengenal betul
isi berbagai tes dalam skala tersebut.Skala ini tidak cocok untuk
dikenakan pada orang dewasa, karena level tersebut merupakan level
intelektual dan dimaksudkan hanya sebagai batas-batas usia mental yang
mungkin dicapai oleh anak-anak.
Versi
terbaru skala Stanford-Binet diterbitkan pada tahun 1986. Dalam revisi
terakhir ini konsep inteligensi dikelompokkan menjadi empat tipe
penalaran yang masing-masing diwakili oleh beberapa tes. Yaitu penalaran
verbal, penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak, memori jangka
pendek.
Revisi skala Binet
Dilakukan
pertama kali di tahun 1916. Perubahan benar-benar dilakukan sehingga
menampilkan suatu tes baru. Untuk pertama kalinya digunakan istilah IQ.
Revisi kedua di tahun 1937. Skala diperluas dan distandardisasi ulang
berdasar sampel masyarakat AS. Revisi ketiga dilakukan di tahun 1960,
menyediakan satu bentuk tunggal yang memuat soal-soal terbaik dari
bentuk 1937. Di tahun 1972, tes ini di-restandardisasi.
Penyelenggaraan
tes dan Penentuan Skor menggunakan buku-buku kecil berisi kartu-kartu
tercetak untuk presentasi, flip-over soal tes, objek tes misal balok,
manik, papan bentuk, sebuah gambar besar boneka yang uniseks dan
multietnik, buku kecil untuk tester, serta pedoman penyelenggaraan dan
pen-skoran skala.
Dalam penyelenggaraan tes Stanford-Binet, kita membutuhkan penguji yang amat terlatih. Ragu-ragu dan gugup bisa menghancurkan rapport, apalagi jika peserta tes masih muda.
David Wechsler memperkenalkan
versi pertama tes inteligensi yang dirancang khusus untuk digunakan
bagi orang dewasa. Terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler-Bellevue
Intelligence Scale (WBIS), disebut juga skala W-B.
Pada
tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala inteligensi untuk digunakan
pada anak-anak yang dikembangkan berdasar isi skala W-B. Skala ini
diberi nama Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC). Isinya
terdiri dari dua sub bagian Verbal (V) dan sub bagian Performance (P).
Pada
tahun 1974 suatu revisi terhadap tes WISC dilakukan kembali dengan nama
WISC-R (R adalah revised). Di tahun 1955, Wechsler menyusun sakala lain
untuk orang dewasa dengan memperluas isi tes WISC. Skala ini bernama
Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). Revisi terhadap WAIS telah
dilakukan dan diterbitkan pada tahun 1981 dengan nama WAIS-R.
Di
fakultas Psikologi UGM, penerjemahan tersebut dilakukan pada WAIS versi
1955 dan belum disertai dengan pengujian empiris yang seksama terhadap
kualitas aitem yang selesai dialihbahasakan.
The Wechsler Inteligence Scale for Children-Revised (WISC-R)
Skala Wechsler pertama terbit tahun 1939. Ada tiga macam skala Wechsler:
1. WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) di tahun 1949. Banyak soal diambil langsung dari tes orang dewasa. WISC third edition Untuk usia 6-16 tahun 11 bulan.
2. WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) di tahun 1955. Untuk usia 16-74 tahun.
3. Wechsler Preeschool and Primary Scale of Intelligence-Revised tahun 1989. Tes ini untuk rentang usia 3-7 tahun 3 bulan.
Masing-masing skala terdiri dari minimum lima subtes dan maksimum tujuh subtes.
Revisi
skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun 1974 dan dimaksudkan
untuk mengukur inteligensi anak-anak usia 6 sampai dengan 16 tahun.
WISC-R terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya
sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes.
Kekurangan
skala Wechsler: kurangnya pendasaran teoritis yang menyulitkan penemuan
basis interpretasi yang koheren. Selain itu juga komposisi skala-skala
ini tampak menganggap bahwa domain kemampuan yang dipilih oleh subtesnya
dalam semua tuingkat umur sama.
Skala Verbal :
Information
Comprehension
Arithmetic
Similarities
Vocabulary
Digit Span
Skala Performansi :
Picture
Picture Arrangement
Block Design
Object Assembly
Coding
Mazes
Pemberian
skor pada subtes WISC-R didasarkan atas kebenaran jawaban dan waktu
yang diperlukan oleh subjek dalam memberikan jawaban yang benar
tersebut. Skor tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk angka
standar melalui table norma sehingga akhirnya diperoleh satu angka
IQ-deviasi untuk skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan
skala.
The Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R)
WAIS-R terdiri dari skala verbal dan skala performansi. Skala Verbal terdiri dari:
1. Informasi
Berisi
29 pertanyaan mengenai pengetahuan umum yang dianggap dapat diperoleh
oleh setiap orang dari lingkungan sosial dan budaya sehari-hari dimana
ia berada.
2. Rentang Angka
Berupa
rangkaian angka antara 3 sampai 9 angka yang disebutkan secara lisan
dan subjek diminta untuk mengulangnya dengan urutan yang benar.
3. Kosa Kata
Berisi 40 kata-kata yang disajikan dari yang paling mudah didefinisikan sampai kepada yang paling sulit.
4. Hitungan
Berupa problem hitungan yang setaraf dengan soal hitungan di sekolah dasar.
5. Pemahaman
Isi subtes ini dirancang untuk mengungkap pemahaman umum.
6. Kesamaan
Berupa 13 soal yang menghendaki subjek untuk menyatakan pada hal apakah dua benda memiliki kesamaan.
Untuk skala performansi adalah sebagai berikut:
1. Kelengkapan Gambar
Subjek diminta menyebutkan bagian yang hilang dari gambar dalam kartu yang jumlahnya 21 kartu.
2. Susunan Gambar
Berupa delapan seri gambar yang masing-masing terdiri dari beberapa kartu yang disajikan dalam urutan yang tidak teratur.
3. Rancangan Balok
Terdiri
atas suatu seri pola yang masing-masing tersusun atas pola merah-putih.
Setiap macam pola diberikan di atas kartu sebagai soal.
4. Perakitan Objek
Terdiri dari potongan-potongan langkap bentuk benda yang dikenal sehari-hariyang disajikan dalam susunan tertentu.
5. Simbol Angka
Berupa
Sembilan angka yang masing-masing mempunyai simbolnya sendiri-sendiri.
Subjek diminta menulis symbol untuk masing-masing angka di bawah deretan
angka yang tersedia sebanyak yang dapat dia lakukan selama 90 detik.
WPPSI-R
Yaitu Wechsler Preschool and Primary Scale. Untuk usia 3 tahun sampai 7 tahun 3 bulan.
Advance Progressive Matrices
Disusun oleh J.C Raven pada tahun 1943
Bentuk yang tersedia
Tes
APM terdiri dari 2 set dan bentuknya non-verbal. Set 1 disajikan dalam
buku tes yang berisikan 12 butir soal. Set II berisikan 36 butir soal
tes.
Aspek yang diukur
Tes
APM dimaksudkan untuk mengungkap kemampuam efisiensi intelektual. Tes
APM ini sesungguhnya untuk membedakan secara jelas antara
individu-individu yang berkemampuan intelektual lebih dari normal bahkan
yang berkemampuan intelektual superior.
Tujuan
Untuk mengatur tingkat intelegensi, di samping untuk tujuan analisis klinis.
Colours Progressive Matrices
Bentuk yang tersedia
Bentuk
tes CPM ada dua macam yaitu berbentuk cetakan buku dan yang lainnya
berbentuk papan dan gamabr-gambarnya tidak berbeda dengan yang di buku
cetak. Materi tes terdiri dari 36 item/gambar. Item ini dikelompokkan
menjadi 3 kelompok atau 3 set yaitu set A, set Ab dan set B. item
disusun bertingkat dari item yang mudah ke item yang sukar. Tiap item
terdiri dari sebuah gambar besar yang berlubang dan dibawahnya terdapat 6
gambar penutup. Tugas testi adalah memilih salah satu diantara gambar
ini yang tepat untuk menutupi kekosongan pada gambar besar. Pada
dasarnya kedua bentuk tersebut dalam pelaksanaan tes memberikan hasil
yang sama. (Raven, 1974)
Kedua bentuk tes CPM dicetak berwarna, dimaksudkan untuk menarik dan memikat perhatian anak-anak kecil. (Raven, 1974)
Aspek yang diukur
Raven berpendapat bahwa tes CPM dimaksudkan untuk mengungkap aspek:
1. berpikir logis
2. kecakapan pengamatan ruang
3. kemampuan
untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan
bagian-bagian, jadi termasuk kemampuan analisa dan kemampuan integrasi
4. kemapuan berpikir secara analogi.
Tujuan
Tes
CPM dapat digunakan untuk mengungkap taraf kecerdasan bagi anak-anak
yang berusia 5 samapai 1 tahun. Di samping itu juga digunakan untuk
orang-orang yang lanjut usia dan bahkan utnuk anak-anak defective
Culture Fair Intelligence Test (CFIT), Scale 2 and 3 From A and From B
Bentuk yang tersedia
Buku soal dan lembar jawaban yang terpisah.
Aspek yang diukur
Tes ini mengukur factor kemampuan mental umum (g-factor)
Tujuan
Tes
ini dipergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan factor kemampuan
mental umum atau kecerdasan. Skala 2 untuk anak-anak usia 8-14 tahun
dan untuk orang dewasa yang memiliki kecerdasan di bawah normal. Skala 3
untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan kecerdasan
tinggi.
The Standard Progressive Matrices (SPM)
Merupakan
salah satu contoh bentuk skala inteligensi yang dapat diberikan secara
individual ataupun kelompok. Skala ini dirancang oleh J.C. Raven dan
terbit pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang bersifat nonverbal,
artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun
bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Raven sendiri menyebut
skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan
tes inteligensi umum.
SPM
tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi menyatakan hasilnya dalam
tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa kategori, menurut
besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu:
Grade I : Kapasitas intelektual Superior.
Grade II : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata
Grade III : Kapasitas intelektual Rata-rata.
Grade IV : Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.
Grade V : Kapasitas intelektual Terhambat.
The Kauffman Assesment Battery for Children (K-ABC)
Kumpulan
tes ini menghasilkan empat skor global: Pemrosesan Berurutan, Simultan,
Komposit, dan Pemrosesan Mental. Pemrosesan Simultan dipresentasikan
tujuh subtes sementara Pemrosesan Berurutan dipresentasikan oleh tiga
subtes. K-ABC dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan pengetesan bagi
kelompok-kelompok khusus, seperti anak-anak cacat dan anak-anak dari
kelompok minoritas kultural dan bahasa, dan untuk membantu diagnosis
ketidakmampuan belajar.
Terfokus
pada pengolahan informasi. K-ABC merupakan rangkaian tes yang relatif
baru yang diperuntukkan bagi anak-anak usia 2,5 sampai 12,5 tahun. Tes
ini diciptakan oleh Alan S. Kaufman dan Nadeen L. Kaufman dari
University of Alabama. Karena kurang mengandalkan kemampuan verbal,
K-ABC bisa merupakan pengukuran pilihan untuk anak-anak yang kemahiran
bahasa inggrisnya terbatas atau pendengarannya rusak.
Skala-skala inteligensi dalam baterai ini adalah:
ü Sequential Processing Scale
Yaitu
skala yang mengungkap kemampuan memecahkan permasalahan secara bertahap
dengan penekanan pada hubungan serial atau hubungan temporal di antara
stimulus.
ü Simultaneous Processing Scale
Skala
yang bertujuan mengungkap kemampuan anak memecahkan permasalahan dengan
cara mengorganisasikan dan memadukan banyak stimuli sekaligus dalam
waktu yang sama.
Baterai
dalam skala ini juga menyajikan kombinasi Sequential dan Simultaneous
Processing yang masing-masing disebut Mental Processing Composite Scale,
Achievement Scale, dan Non-verbal Scale.
Kaufman Addolesent And Adult Inteligence Test (KAIT)
Tes
ini dirancang untuk usia 11 hingga 85 tahun atau lebih. Tes ini
menampilkan upaya untuk mengintegrasikan teori tentang inteligensi cair
dan kristal. Skala yang dikristalisasikan mengukur konsep-konsep yang
didapat dari proses sekolah dan akulturasi. Skala cairan mengukur
kemampuan untuk menyelesaikan problem-problem baru. Soal-soal dalam tes
ini cenderung menuntut semacam penyelesaian masalah dari pikiran
operasional formal Piaget dan fungsi-fungsi evaluatif perencanaan yang
menjadi ciri pemikiran orang dewasa.
Kaufman Brief Inteligence Test (K-BIT)
Tes
ini mencakup usia 4 hingga 90 tahun. Tes ini dirancang sebagai
instrumen penyaringan yang cepat untuk memperkirakan tingkat fungsi
intelektual.
PENGGUNAAN TES INTELIGENSI
Tes-tes
inteligensi umum yang dirancang untuk digunakan anak-anak usia sekolah
atau orang dewasa biasanya untuk mengukur kemampuan verbal untuk kadar
lebih rendah, tes-tes ini mencakup kemampuan-kemampuan yang berhubungan
dengan simbol numerik dan simbol-simbol abstrak lainnya.
Kemampuan-kemampuan ini dianggap dominan dalam proses belajar di
sekolah.
Kebanyak
tes inteligensi dapar dipandang sebagai ukuran kemampuan belajar atau
inteligensi akademik. IQ adalah cerminan dari prestasi pendidikan
sebelumnya dan alat prediksi kinerja pendidikan selanjutnya.
Karena
fungsi-fungsi yang diajarkan dalam sistem pendidikan merupakan hal yang
penting yang mendasar dalam budaya yang modern dan maju secara
teknologis, skor pada tes inteligensi akademik juga merupakan alat
prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta
aktivitas-aktivitas lain dalam hidup sehari-hari.
Ada
banyak fungsi psikologis yang tidak pernah diukur oleh tes-tes
inteligensi. Contohnya kemampuan mekanik, motorik, musik, artistik, dll.
Variabel-variabel motivasi, emosi, dan sikap adalah penentu penting
prestasi di semua bidang.
KETERBATASAN TES INTELIGENSI
Skor
tes IQ sering dijadikan sebagai ukuran kecerdasan seorang anak di
Indonesia. Padahal skor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling
berhubungan dengan pola asuh, interaksi antara anak dengan orang tua,
pola belajar, dan faktor lingkungan. Intelegensi meurut para ahli adalah
kemampuan mental dalam berpikir logis dengan melibatkan rasio.
Pengukuran mental tidaklah dapat dilakukan secermat pengukuran terhadap aspek fisik atau terhadap materi konkret.
Seperti yang kita pahami, intelegensi tidak dapat diamati secara
langsung, namun intelegensi dapat diketahui dengan skor-skor tertentu,
dan untuk memperoleh skor ini kemudian diadakan tes-tes yang berupa
sample perilaku yang merupakan manisfetasi dari proses mental. Tes
Intelegensi adalah alat ukur kecerdasan yang hasilnya berupa skor.
Tetapi skor tersebut hanya merupakan bagian kecil mengenai tingkat
kecerdasan seseorang dan merupakan gambaran kecerdasan secara
keseluruhan
Skor
bukan satu-satunya hal mutlak untuk memutuskan tingkat kecerdasan
seseorang. Howard Gardner, psikolog pendidikan asal Amerika yang
terkenal dengan teori multiple inttelligencenya menyatakan bahwa
kecerdasan intelektual merupakan satu dari beberapa kecerdasan yang
dimiliki seseorang. Kecerdasan-kecerdasan itu antara lain bahasa,
matematis, berpikir logis, musik, visual, dan gerak. Namun alat ukur
kecerdasan ganda tersebut masih dikembangkan oleh Gardner.
Yang
patut dicemaskan saat ini adalah banyak lembaga pendidikan yang
mewajibkan calon siswanya untuk mengikuti tes IQ terlebih dahulu sebagai
persyaratan mutlak penerimaan siswa baru. Bahkan ada beberapa sekolah
yang mensyaratkan tes IQ minimal 120 skala Weschler. Bahkan ada beberapa
anak yang disarankan untuk masuk ke Sekolah Luar Biasa karena skor
mereka kurang dari 120 skala Weschler tanpa mempertimbangkan latar
belakang anak terlebih dahulu.
Setidaknya ada tiga faktor yang berhubungan dengan tes IQ:
1. Reliabilitas, yaitu sejauh mana hasil tes tersebut dapat dipercaya.
2. Validitas, yaitu sejauh mana alat ini mampu mengukur apa yang hendak diukur.
3. Standarisasi, yaitu apakah alat yang dipakai sesuai dengan norma masyarakat sekitar.
Oleh
karena itu penggunaan tes IQ harus dilakukan dengan bijaksana. Tes IQ
jangan dijadikan sebagai tolak ukur satu-satunya dalam menentukan
potensi seseorang. Hasil tes inteligensi yang tinggi sebenarnya tidak
menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang oleh faktor-faktor lain yang
kondusif, begitu juga sebaliknya.
Source:
http://konselorindonesia.blogspot.com
No comments:
Post a Comment
Semoga semua yang di posting disini bermanfaat buat semua pembaca blogger..